Mengapa ada hari Kartini tapi tidak ada peringatan Dewi Sartika, hari Cut Nyak Dien, hari Keumalahayati, dan pejuang wanita hebat lain?
Suka atau tidak, di dunia nyata orang akan dikenal jika punya publikasi yang bagus. Sehebat dan sebrillian apapun orang jika tidak mampu membuat publikasi maka kenangannya akan habis dimakan zaman.
Saya setuju dengan teori ketekenalan Kartini adalah karena teman korespondensinya mempublikasikan gagasan beliau yang tertuang di suratnya. Meskipun beliau tidak sempat merealisasikan gagasan tersebut, namun karena publikasi yang bagus nama beliau bahkan lebih terkenal dibandingkan pahlawan wanita lain yang berhasil melakukan aksi.
Tapi saya sangat tidak setuju jika karena alasan tersebut Kartini kemudian dikesankan sebagai antagonis antek Belanda yang mencoba mengadu domba pribumi Indonesia. Karena ada pahlawan wanita yang lebih hebat namun belum sempat terpublikasikan dengan baik, bukan berarti Kartini adalah boneka yang dibuat-buat kaum kolonial.
Bagi saya ini rasanya seperti mejelekkan bangsa sendiri.
Setelah menyadari ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat dari Kartini lebih baik kita juga menjunjung tinggi mereka tanpa merendahkan yang lain. Bukankan lebih baik jika kita memiliki lebih banyak junjungan daripada mencoba menumbangkan satu untuk mengunggulkan yang lain.
Jadi jika kita merasa ada pahlawan Wanita lain lebih hebat dari Kartini, mari kita teliti apa saja gagasan dan aksi nyatanya, mari kita publikasikan kekuatan2nya, mari kita torehkan banyak tinta untuk menunjukkan betapa banyak role model asli dari Indonesia yang bisa ditiru. Mari publikasikan lebih banyak lagi pahlawan, ilmuwan, ulama, dan panutan asli dari Indonesia.
Selamat Hari Kartini, dan selamat Malam Jum’at.
Salam: Fahri Firdausillah
[Lahir di Jepara dan sekarang tinggal di Jl. Dewi Sartika]