Seorang santri yang telah lama mondok bertanya kepada Kyainya, dia merasa heran setelah begitu lama dia mondok, tapi kenapa ilmu yang dikuasainya sangat minim sekali, terkadang bahkan ia mulai putus asa, mungkin saja dia memang bukan ahlinya, katanya dalam hati, tapi setiap dia mengingat cerita Imam Ibnu Hajar Al-Haitami seorang ulama besar bidang ilmu Fiqh yang dulu pada waktu mondok juga mengalami penderitaan yang sama (telah lama mondok tapi belum juga pintar), diapun berbesar hati.
Namun kebesaran hatinya lama juga tak bersambut, kian hari ilmu-nya tidak juga bertambah hanya mandeg sampai situ saja. Akhirnya dia memutuskan untuk bertanya langsung pada kyainya, mungkin belajar dengan cara yang salah, atau mungkin malah sang Kyai dapat memberikan wejangan atau tirakat yang sesuai untuknya agar bisa Alim.
“Kyai, saya sudah hampir sepuluh tahun mondok di-pesantren, tapi mengapa saya belum juga bisa menguasai ilmu yang anda ajarkan? Sebenarnya bagaimanakah cara belajar yang cocok itu?” tanya sang santri. “Wahai santriku, sebenarnya kunci cara dari segala ilmu itu sangat sederhana, yaitu METE, makan enak tidur enak. Kalau kamu bisa mengamalkannya saya yakin semua ilmu dapat kamu kuasai”.Dengan senang hati sang santri kembali ke gotakan (kamar), sambil merenungkan nasehat gurunya dia merasa sangat senang sekali, ternyata begitu mudahnya untuk menjadi pintar, dan memang dia merasa selama ini belum pernah mengamalkan apa yang baru saja dinasehatkan kepadanya. Dia mengingat selama ini dia hanya makan dengan lauk tempe dan sambal terong, terkadang kalau ada uang lebih tambah telur, sungguh sangat tidak enak. Tidurpun begitu selama ini dia hanya berselimut lantai dan seringkali berdesakan dengan teman satu gotakannya, mana mungkin bisa tidur enak.
Keesokan harinya sang santri bertekad untuk merubah gaya hidupnya tentu saja seperti yang difatwakan Kyainya, Makan enak-Tidur enak. Berangkatlah sang santri untuk membeli makanan yang enak-enak termasuk menu makan sehari-harinya pun dirubah, sekarang semakin rajin makan daging dan berbagai macam makanan lezat lain. Cara tidur pun dirubah, agar bisa tidur enak dia membeli kasur mini lengkap dengan bantal guling dan selimut, ditambah lagi jadwal tidurnya diubah lebih sore sehingga dia bisa tidur dengan enak tanpa diganggu teman-teman sekamarnya.
Berselang cukup lama, uang saku sang santri semakin menipis dengan cepat akibat gaya hidup yang berubah cukup drastis. Namun semakin berkurangnya uang saku tidak juga dibarengi dengan ilmu yang diharapkannya. Dia masih saja tetap sang santri yang bodoh dan tidak bisa apa-apa, padahal banyak biaya telah dikeluarkan.
Dengan perasaan sedikit mendongkol, akhirnya sang santri bertanya kembali kepada Kyainya, kenapa hal ini terjadi apakah saran yang pernah difatwakan sang Kyai memang keliru, atau kalau tidak mengapa demikian yang dia alami. “Yai, saya sudah menjalankan apa yang anda perintahkan, tapi kenapa saya tidak kunjung pintar, malah sepertinya semakin bodoh?” kemudian Santri menjelaskan gaya hidupnya yang berubah drastis.
Sang kyai terseyum lalu menjawab “Kamu salah menafsirkan nasehatku, salah sangat salah sekali. Yang kumaksud makan enak adalah jangan makan sampai engkau benar-benar lapar, saat engkau merasa lapar maka makanan apapun akan terasa enak, lebih baik lagi kalau kau membiasakan berpuasa karena itu akan mengurangi syahwat dan juga efek buruk terlalu kenyang makanan. Sedangkan yang kumaksud dengan tidur enak adalah jangan tidur sebelum engkau benar-benar mengantuk, gunakanlah waktumu untuk muthola’ah kitab (membaca dan menelaaah kitab) sebanyak mungkin, lebih baik lagi kalau engkau bisa membiasakan Qiyamul-Lail, curilah waktu untuk belajar dan beribadah sewaktu teman-temanmu tertidur lelap. Kalau engkau benar mengamalkannya, saya yakin ilmu apa saja dapat engkau kuasai.”
(dicolong dari arsip blog lama)